CERITA DI BALIK BEBERAPA TOKOH “ KAMPUNG
KITA “
SESUI DENGAN KATA PEPATAH
“ TAK KENAL MAKA TAK SAYANG “
MAKA KENALILAH MEREKA
SUPAYA KAMU MENGERTI CERITA INI
JENG DENOK :
Pemilik salon di Kampung Kita ini
adalah wanita paruh baya. Berumur menjelang kepala tiga. Badannya sedikit
montok, sesuai dengan namanya yang kalau orang jawa bilang Denok Deblong.
Walaupun pemilik salon, dandanannya tak selalu medok, bahkan ia paling hobby
mengikat rambut panjangnya keatas dengan menggunakan jepit rambut plastik yang
banyak bertebaran di salonnya. Dengan ditemani kapster binannya yang bernama
Renda Juwita, hari – harinya selalu disibukan dengan melayani pelanggan yang
datang silih berganti ke salonnya untuk memperindah diri. Entah kenapa dia
betah melajang hingga usianya memasuki kepala tiga. Dari rumpiannya Renda sih,
ini gara – gara jeng Denok mengalami trauma kekerasan yang dilakukan oleh
Ayahnya terhadap ia dan ibunya. Walaupun akhirnya ayah dan ibunya bercerai,
trauma akan kekerasan rumah tangga yang dilakukan oleh ayahnya, membuatnya
mengabaikan arti lembaga pernikahan itu sendiri. Karna itulah ia lebih betah
melajang dan menyibukan hari – harinya dengan bekerja. Walaupun kerap nggak
akur dengan Renda Juwita, tapi itulah mereka. Laksana sahabat serangkai di masa
perang dan damai yang meramaikan kehidupan di Kampung Kita.
RENDA
JUWITA :
Nama aslinya sih, Jaelani. Nama Renda
Juwita sendiri emang ada sejarahnya. Dia ini suka sekali dengan segala sesuatu
yang berbentuk renda, bahkan dulu hobbynya adalah mengkoleksi kaos kaki berenda
milik anak perempuan. Dan tokoh peri baik bernama Juwita di majalah anak – anak
BOBO, juga sangat menginspirasi hidupnya. Maka dipilihlah kedua kesukaannya itu
untuk dijadikan namanya. RENDA JUWITA. Sejak kecil, Renda memang merasa berbeda
dengan anak laki – laki sebayanya. Kalau mereka hobby main pedang – pedangan
atau silat – silatan. Renda malah senengnya ngumpul bareng sama anak – anak
perempuan untuk main boneka dan lompat tali. Beragam upaya dilakukan orang
tuanya supaya dia bisa sedikit macho. Tapi apa mau dikata, naluri Renda emang
lebih condong menjadi feminin. Bukannya pura – pura budeg mendengar cemoohan
orang tentang dirinya, Renda sadar sepenuhnya dia memang berbeda. Makanya
begitu lulus SMP, Renda memilih untuk masuk sekolah kejuruan. Dengan harapan
dia punya keahlian untuk segera bekerja dan nggak ngerepotin orang tuanya lagi.
Dan yang dipilihnya adalah jurusan salon dan kecantikan. Makin lama sifat
binannya makin menjadi, dan membuatnya makin jauh dari keluarga. Diputuskanlah
untuk keluar dari rumah dan mencoba mandiri dengan keahliannya di bidang salon
yang mengantarkannya terdampar di salon Jeng Denok.
PINGKY
SUWITO, BUNGA KUNCUP, IDA JALA – JALA :
Mereka bertiga adalah teman seia
sekata Renda Juwita. Para binan kampung kita
ini, kalau sudah ngumpul bareng ramenya ampun – ampunan dan ngalah – ngalahin
perempuan asli. Pingky Suwito adalah seorang pemilik usaha jahit menjahit alias
tailor dan juga menyewakan baju – baju dan kostum panggung buat para artis
kapiran kampung kita. Nama aslinya Suwito. Ditambahi Pingky karena ia memang
ngefans dengan warna pink yang identik dengan warna kesukaan cewek. Sedangkan
Bunga Kuncup adalah assisten dari Pingky Suwito yang kebanyakan bertugas untuk
menyetrika baju – baju pesenan pelanggan yang sudah selesai. Merasa terisolasi
dari keluarganya sendiri ia bertemu dengan Pingky yang menolongnya untuk
bekerja dan tinggal di rumahnya. Nama aslinya, Bambang Kusworo, entah kenapa ia
memilih nama Bunga Kuncup sebagai nama binannya. Alasannya sih, cukup simple, “
Habiis lutchu, seeh…! “ begitu katanya saban ada yang nanya maksud namanya. Melengkapi
kuartet mereka adalah Ida Jala – Jala, ia adalah seorang pemilik catering yang
lumayan ternama di Kampung Kita, karena memang masakannya nggak bisa dianggap
remeh. Ida Jala – Jala yang bernama asli Deden Hermawan ini, paling hobby pake
baju yang memiliki unsur jaring alias berjala – jala. Alasannya ia merasa sexy
kalo pake baju yang berjala – jala, selain karena ia memang ngefans sama
Spiderman. Mereka berempat pernah berlaga dalam kompetisi “ Lomba Cipta Geol
Dangdut Teryahuud “ yang sayangnya mereka harus kalah dengan sukses melawan
Sumiati Solasido, orang yang justru mereka syrikin abis – abisan karena
geolannya dan kostum panggungnya yang menurut mereka norak abiis dan nggak lebih
keren dari mereka berempat, malah keluar sebagai pemenang.
MANIMBUL
TENGGELAM :
Penghuni Kampung Kita yang berasal
dari tanah Batak ini, selalu bermasalah dengan dunia pekerjaan. Entah sudah
berapa kali ia keluar masuk perusahaan. Alasannya sih, “ Sudah nggak se-visi
lagi lah…”
Manimbul Harahap itu nama sebenarnya,
tapi gara – gara Darto Jenong pedagang sarung di Kampungnya yang kerap
memplesetkan namanya dengan Manimbul Tenggelam, maka terkenallah ia dengan
sebutan abang Manimbul Tenggelam atau Brokoli Sruntulan. Gimana enggak,
rambutnya memang mirip sekali dengan klan Jackson Five, atau kalau mau yang
dalam negeri bangsanya Achmad Albar atau Eddie Brokoli lah.
Badannya yang tidak bisa dibilang
berisi plus kulitnya yang nyaris seperti karamel gosong membuatnya jarang
dilirik kaum hawa. Hasrat cintanya yang begitu besar terhadap Jeng Menik, seorang
pedagang gudeg di kampung kita, tak pernah berbalas sedikitpun. Semakin besar
dia menunjukan cintanya kepada Jeng Menik, semakin besar pula kesempatan Jeng
Menik untuk menolak cintanya. Hidup sendiri di rumah peninggalan orang tuanya
yang sudah kembali ke tanah Batak membuatnya merasa hidup bebas sebagai lajang.
“ Yang penting happy “ begitu prinsip yang dia anut. Tak heran selera musiknya
pun yang gampang dicerna, bangsanya PMR alias PENGANTAR MINUM RACUN yang
menjadi group musik favoritnya. Jadi bisa ditebak berasal dari era pemuda tahun
berapakah si abang yang satu ini.
KANG
DARTO :
Bujang lapuk dari daerah ngapak alias
Tegal ini, memiliki perawakan mirip kue bantat. Montok dan rada distorsi.
Mempunyai bisnis sarung dengan merk dagang namanya sendiri yaitu “ SARUNG TJAP
KANG DARTO NDODOK “ atau terjemahan bebasnya “ SARUNG CAP KANG DARTO DUDUK “
lengkap dengan pose dirinya yang lagi nongkrong dengan tampang cengok, nampang
dengan pasrahnya di tiap merk sarung dagangannya. Mungkin maksudnya ingin
menyaingi salah satu merk sarung yang sudah terkenal. Teman seia sekata
Manimbul kalau lagi nongkrong di pos ronda sambil mendengarkan lagu – lagu norak
80an ini, bisa juga menjadi musuh bebuyutan kalau dua – duanya lagi nggak mau akur.
Punya mobil butut yang dikasih nama si Jambul yang body dan bentuknya nggak
beda jauh ama yang empunya. Jadul dan blangsak. Dan punya nasib nggak jauh beda
ama Manimbul. Jarang sukses kalo pe-de-ka-te ama mahluk yang namanya perempuan.
EKO
MUNCUL :
Inilah musuh abadi Abang Manimbul.
Pedagang HP kapiran Kampung Kita ini, memang lebih unggul dalam memikat hati jeng
Menik. Badannya, tinggi, gempal, dan gelap. Mirip penampakan. Suaranya yang
ngebass oke, walaupun dengan logat jawa yang medok menjadi andalannya untuk
merayu jeng Menik dan cewek – cewek lainnya tentu saja. Melihat tongkrongannya
sebagai bakul HP yang kerap kali sok kaya petantang petenteng dengan HP di
tangan kanan dan kiri, otomatis membuat Manimbul Tenggelam semakin menanamkan
benih kebencian padanya. Karena bagi Manimbul, hal tersebut merupakan sindiran
baginya yang seolah – olah ia telah kalah saing merebut hati jeng Menik. Walaupun
bertampang ala kadarnya, Eko Muncul termasuk kaum adam yang sangat
memperhatikan penampilan. Tak heran dia kerap kali terlihat mondar – mandir di
salon jeng Denok, sekedar untuk merapikan rambut atau krimbat. Tapi menurut
Renda itu hanya akal bulusnya Eko Muncul saja yang sebenernya naksir berat sama
Jeng Denok yang emang bohai itu. Dan membuat Jeng Menik yang memang sempat
naksir padanya karena dijanjikan akan diberikan HP, jadi broken heart ketika
tahu kalau ternyata Mas Eko tersayangnya diam – diam juga celamitan sama Jeng Denok.
JENG
MENIK :
Perempuan Jogja yang berperawakan
mungil ini, satu – satunya penjual gudeg di Kampung Kita. Punya hobby bercocok
tanam yang membuat kebunnya dinobatkan sebagai Apotik Hidup oleh penduduk
kampung. Semuanya ada di sana.
Dari bangsanya bunga – bungaan sampe akar – akaran. Jeng Menik rajin
menyiraminya saban hari dan memberinya pupuk supaya subur. Baginya kebunnya
adalah harta berharganya selain dagangan gudegnya tentu saja. Sosoknya yang
terlihat lembut dan keibuan membuat Manimbul naksir berat padanya. Pemuda Batak
itu rela melakukan apa saja asalkan jeng Menik bahagia. Sayang, jeng Menik tak
sudi membuka pintu hatinya pada Manimbul, karena terlanjur terjerat rayuan
gombalnya Eko Muncul bakul HP yang ternyata malah meremuk redamkan hatinya.
Jeng Menik tak tinggal sendiri. Ia
ditemani oleh Tatang keponakannya yang kadang membuat jeng Menik suka hilang
sifat kelembutan dan keibuannya oleh ulah Tatang yang sungguh aneh ada – ada
saja.
TATANG
:
Pemuda tanggung keponakan jeng Menik
ini, mirip dengan remaja kebanyakan di usianya. Sok gaul dan sok bersibuk ria
dengan kegiatan di sekolah atau di luar sekolah. Ikut rapat ini itu, kegiatan
ini itu. seolah – olah melebihi kesibukan buliknya sendiri. Dengan potongan
rambut cepak ala AMD alias ABRI MUNG N’DASE ( terjemahan bebasnya, potongan
rambut mirip ABRI tapi kepalanya, doang ) dan berbadan sekel mirip bekel, (
maklum rajin nimba aer buat ngisi bak mandi baik di kampungnya sendiri maupun
di rumah buliknya, jadi nggak usah heran lihat lengan si Tatang yang saingan
ama ember timbanya ) Tatang yang dititipkan oleh Ibunya yang nota bene kakak
kandung jeng Menik untuk bersekolah di tempat buliknya diharapkan bisa mandiri
dan nggak ndeso banget kalo misalnya balik ke kampung halamannya, ternyata
tetap harus bersentuhan dengan dunia kampung, yang memang sih, sedikit lebih
maju dibanding kampung halamannya serta mengantarkannya berteman akrab dengan
Tomo seorang anak juragan bakpia patuk dan Romidi seorang anak juragan empang
yang dikenalnya karena aktif dalam kegiatan Karang Taruna di kampung Kita.
Sifatnya yang sembrono dan suka asal, kerap membuat buliknya muring – muring
nggak karuan bila diserahi tanggung jawab untuk jaga rumah dan warung pasti ada
saja yang nggak beres.
TOMO
:
Tomo adalah gambaran mahluk cupu yang
ada di Kampung Kita. Dengan badan tinggi, kurus, doyong, mirip tiang listrik
ketimpa angin dan wajah yang sok dipolos – polosin, Tomo selalu jadi objek
penderita. Menjadi korban eksperimen Renda dalam hal model rambut, Tomo yang pinginnya
potong rambut model punkrock malah dipotong model mangkok yang membuatnya mirip
dengan Kobo Chan, tokoh komik dari Jepang sana.
Alhasil Tomo yang niat awalnya pingin bergaya seperti Linkin Park malah terlihat porak poranda. Belum lagi Husin dan Hasan yang selalu
menjadikannya bulan – bulanan dengan kejailan mereka.
HUSIN
& HASAN :
Walaupun mereka masih duduk di kelas 3
SD. Dynamic duo pembuat kericuhan di Kampung Kita ini memang suka bikin orang –
orang ngelus dada. Kalo Jeng Menik bilang : “ Nakale koyo setan. “ Secara dia
memang punya dendam pribadi sama mereka berdua gara – gara kebun kebanggaannya
pernah dibikin hancur lebur oleh Husin dan Hasan.
Tak hanya jeng Menik yang pernah jadi
korban mereka berdua. Tomo termasuk langganan mereka untuk dijadikan objek
penderita. Pemuda kurus ini kerap jadi bulan – bulanan Husin dan Hasan karna
tampangnya yang sendu alias senantiasa dungu.
Mereka berdua adalah sodara sepupu.
Ibu Husin, adalah kakak dari Ibu Hasan. Tapi sayang kehidupan Husin nggak lebih
baik daripada Hasan. Bapak Husin hanyalah seorang supir angkot dan ibunya
seorang pedagang sayuran di pasar setempat. Sedangkan Hasan bisa sedikit jumawa
karna Bapaknya adalah pegawai kantoran dengan pangkat lumayan. Tak heran, baju
yang dikenakan Hasan lebih bagus daripada baju yang dipakai Husin yang kerap
membuatnya iri bukan kepalang. Yach, namanya juga anak – anak. Tapi begitu niat
ngejailin orang muncul, mereka langsung kompak luar dalam.
PAK
MA’RUF :
Siapa yang tak kenal Pak Ma’ ruf.
Juragan Bandot keturunan Betawi – Arab di Kampung Kita ini emang terkenal sama
jenggotnya yang mirip ama piarannya. Belum lagi gaya bicaranya yang meledak – ledak khas
orang Betawi, kadang membikin kaget orang yang ada di dekatnya. Dipikirnya Pak
Ma’ruf lagi kesurupan. Punya bandot kesayangan yang bernama si Jabrik yang
dieman – eman banget kalo mesti dijual. Pernah ada bule yang nawar si Jabrik
dengan harga tinggi tapi di tolak mentah – mentah sama pak Ma’ruf. Katanya sih,
“ I can’t live without my bandot, sir ! “ Alhasil si bule pun jadi robah niat
melihat seorang majikan yang begitu sayangnya sama piarannya. Nggak tega.
Soalnya pak Ma’ruf ngomongnya sambil berurai air mata ala film India. Di
usianya yang tinggal menghitung hari, pak Ma’ruf ditemani oleh keponakannya
yang sok playboy, Ali Bajenet. Yang bukannya meringankan penderitaannya sebagai
lansia tapi malah mempercepat kematiannya karna ulah Ali yang ketimpringan dan
membuatnya kerap kena stroke mendadak. Jadi nggak usah heran kalau Pak Ma’ruf
lebih cinta ama bandotnya daripada keponakannya itu.
ALI
BAJENET :
Keponakan Pak Ma’ruf ini terkenal
dengan julukan Playboy TJap Pentoel Korek. Karena emang nyalinya langsung
berubah cuma sebesar pentul korek bila ketahuan bokis sama cewek – cewek yang
jadi korban kegombalannya. Dikaruniai wajah dengan keturunan Timur Tengah yang
lumayan ganteng, wajar bila Ali sok kegatelan gaet sana sini ke cewek – cewek Kampung Kita yang
beberapa diantaranya emang sukses dikadalin. Digandrungi banyak cewek, toh,
tidak membikin Ali menjadi intelek, karena dia sebenernya cuma modal dengkul dan
bacot, doang. Tetep aja, dia ngerepotin engkongnya yang udah uzur itu untuk
mengganti kerugian dari ulahnya yang sukses menipu beberapa cewek. Kedatangannya
ke Kampung Kita tak lain dan tak bukan karena dititipkan oleh ibunya yang
merupakan adik semata wayang pak Ma’ruf. Pengiriman Ali ke Kampung Kita oleh
orangtuanya bukan tanpa sebab, selain untuk melanjutkan sekolah, Ali yang
bandelnya nggak ketulungan itu, juga diharapkan belajar kedisiplinan kepada Pak
Ma’ruf, yang merupakan seorang purnawirawan militer. Seharusnya sih, Ali
memanggil pak Ma’ruf dengan sebutan Uwa’ atau Pakde. Tapi, dimata Ali, Pak
Ma’ruf yang terlihat renta itu lebih pantes dipanggil Engkong daripada Uwa’.
SUMIATI
SOLASIDO :
Cewek kurus ini adalah musuh bebuyutan
dari para binan Kampung Kita. Ceritanya waktu ada Lomba Cipta Geol Dangdut
Teryahuud, Sumi demikian panggilan akrabnya ( walaupun sebenernya dia lebih
seneng dipanggil dengan sebutan Mia, biar lebih keren begitu. Tapi apa daya,
nggak ada yang sudi memanggilnya Mia ) berhasil mengalahkan Renda Juwita dan
kawan – kawannya. Bangsanya Bunga Kuncup, Ida Jala – Jala, dan Pingky Suwito.
Kontan saja mereka nggak terima, karna Sumi dengan goyang jembatan gantungnya,
toh dinilai kalah spektakuler dengan gaya
yang mereka ciptakan.
Nggak banyak yang bisa akrab dengan
Sumi, karna dia termasuk cewek jutek yang susah akrab sama orang. Namanya
memang cukup unik, terdengar seperti tangga nada, itu dikarenakan obsesi
bapaknya yang ingin sekali anaknya bisa menjadi penyanyi. Tapi apa mau dikata,
suara Sumi nggak bisa dikategorikan sebagai suara emas. Walaupun saban sore
getol berlatih olah vocal di kebun belakang dengan tutor, bapaknya sendiri.
Paling hobby ngerumpi di warung gudeg
Jeng Menik dan langganan berkunjung ke salonnya Jeng Denok karna rambutnya yang
ala singa Masai itu memang membutuhkan perawatan khusus. Cewek yang masih duduk
di bangku SMU ini juga paling doyan ngelayap. Tak pelak kesukaannya yang satu
ini, kerap membuatnya perang urat saraf dengan bapak, ibunya. Maklum anak satu
– satunya, perempuan lagi. Makanya Pak Tejo dan Bu Surti, demikianlah nama
bapak dan ibunya menjadi overprotected.
PAK
TEJO & BU SURTI :
Inilah mereka, orangtua Sumiati
Solasido. Pak Tejo dan Bu Surti adalah tipikal orang tua yang terobsesi
menjadikan anak semata wayang mereka sebagai artis. Maka diikutkannyalah
Sumiati di berbagai ajang perlombaan pencarian bakat. Seperti dalam ajang “
Lomba Cipta Geol Dangdut Teryahuud “, Bu Surti yang di jaman mudanya
dijuluki “Ratu Ronggeng” walaupun hanya
manggung antar kampung, dengan semangat ’45 sengaja mendatangkan kerabat dari
kampungnya untuk mengelu – elukan dan memberi dukungan pada Sumi. Dan
untunglah, Sumi berhasil keluar sebagai juara pertama. Tak percuma rasanya Bu
Surti mengeluarkan banyak uang, hingga menggadaikan perhiasannya demi untuk
ongkos pulang – pergi kerabatnya yang dari kampung itu. Pak Tejo pun nggak kalah getolnya ingin
menjadikan Sumi sebagai sosok yang multitalenta. Apalagi dia selalu
membanggakan dirinya di jaman muda dulu yang pernah menyabet gelar juara umum “
Lomba Keroncong Langgam Jawa “ dengan lagu yang berjudul “ Rumangsaku “ (
terjemahan bebasnya : Perasaanku ) walaupun hanya bergelar juara umum tingkat
kecamatan, Pak Tejo bangganya ampun – ampunan. Maka tak heran dia ingin sekali
Sumi juga mewariskan bakatnya dalam bidang tarik suara. Walaupun getol melatih
Sumi olah vocal saban sore dikebun belakang rumahnya, apa mau dikata. Suara
Sumi lebih mirip kucing diinjek daripada suara seorang biduan. Pasangan suami
istri yang bertetangga dengan Manimbul ini, ternyata juga nggak bisa akur
dengan pemuda malang
itu. Terlebih lagi bila Manimbul kumat nelangsanya dan teriak – teriak kayak
orang kesurupan di tengah malam buta sambil mendendangkan lagu “ Love Hurt “nya
‘Nazareth‘ atau “Carrie”nya ‘ Europe’
yang dibawakannya dengan suara parau. Maka tak berapa lama kemudian,
terdengarlah suara teriakan penuh emosi dari Pak Tejo dan Bu Surti yang
kemudian disusul bunyi beberapa benda jatuh yang dilemparkan ke atas atap atau
pekarangan rumah Manimbul. Dan bila pagi – pagi buta terlihat ada orang yang
memasuki pekarangan Manimbul sambil celingukan, sudah dipastikan penampakan
tersebut kalau tidak Bu Surti, ya, Pak Tejo yang mengambil wajan atau panci
mereka yang semalem dipake buat melempar kearah rumah manimbul.
MBAH
DAHLIA :
Domisilinya memang tidak di Kampung
Kita. Tapi tetap ada hubungannya dengan beberapa penduduk Kampung Kita.
Profesinya seorang dukun. Bukan dukun dengan aliran sesat, tapi katanya hanya
meniupkan energi aura di ubun – ubun agar berkharisma. Dengan nada bicara
yang terkesan galak dan tegas penuh tekanan nada, dukun unik desa Kandangan
ini, memang funky dan gaul abis. Hobbynya pake celana jeans, dan mengikuti lagu
– lagu TOP 40 yang digemari anak muda jaman sekarang. Penyanyi favoritnya Avril Lavigne, nggak heran
waktu Manimbul Tenggelam dan Kang Darto datang kerumahnya langsung disambut
dengan sayup – sayup lagunya Avril Lavigne dan posternya yang terpampang dengan
manisnya di dinding depan rumahnya dengan tambahan tulisan, “ SI MBAH JAMAN
MUDA DULU. “ Tak selamanya jampi – jampi Mbah Dahlia sukses, Abang Manimbul dan
Kang Darto termasuk korban yang gagal. Nggak cuma gagal di orang lain, ternyata
gagal juga diterapkan di dalam kehidupan pribadinya. Terbukti keinginannya
untuk kawin lagi dengan Mbah Parno teman lamanya jaman sekolah dulu, harus
terjegal hanya karena cucunya ternyata berpacaran dengan cucu Mbah Parno.
Sebagai orang yang lebih tua mbah Dahlia mengalah demi kebahagiaan cucunya.
Tinggallah Mbah Dahlia merana karena cinta durjana.
MBAH
PARNO :
Tak banyak yang bisa diceritakan
mengenai mbah Parno. Bila malam, kadang mbah Parno suka nimbrung nongkrong di
warung angkringannya mas Jitok bersama abang Manimbul, mas Tugino tukang
kredit, dan beberapa pria penduduk Kampung Kita lainnya. Sebagai pensiunan
pegawai negeri dengan duit pensiunan yang ala kadarnya, tak ada kegiatan
berarti yang dilakukannya dalam mengisi hari tua, selain hanya menekuni bisnis
musiman yang tak seberapa keuntungannya.
Bertemu secara tak sengaja dengan mbah
Dahlia di sebuah pasar malam membuat benih – benih cinta lama keduanya tumbuh. Apalagi
keduanya sudah sama – sama single karena sudah ditinggal pergi selama – lamanya
oleh pasangannya masing – masing. Selidik punya selidik. Dulu mereka berdua
emang pernah saling suka. Tapi nggak jadian, karna mbah Parno udah keburu dijodohin
sama orangtuanya. Mbah Dahlia pun menyusul beberapa tahun kemudian menikah
dengan pria lain. Walaupun tak jadi menikah dengan mbah Dahlia, Mbah Parno
mencoba melihat sisi terangnya. Biarlah mengalah demi cucu tercinta, toh,
masalah kawin, mereka berdua sudah punya pengalaman.
MBAH
‘RA TRIMO :
Nama aslinya adalah Joyo Sasmito.
Mendapat gelar nama mbah Ra Trimo oleh orang – orang Kampung karena
sifatnya yang ngeyelan kalau dikasih tahu. Nggak mau terima, begitu. Karena
baginya dia selalu merasa benar. Bukan tanpa sebab mbah ‘Ra Trimo memiliki
karakter seperti itu. Kepada Renda lah misteri itu dia bongkar. Mempunyai empat
anak yang tinggal di luar kota,
mbah ‘Ra Trimo pernah ikut tinggal bergantian dengan mereka, tapi yang ada dia
merasa hanya menjadi beban. Daripada menyusahkan, akhirnya dia memilih tinggal
di Kampung Kita yang lebih memudahkan untuk berziarah ke makam istrinya yang
dimakamkan di kampung tersebut. Anak – anaknya yang tidak perhatian itulah yang
menyebabkan dia merasa kesepian dan suka uring – uringan. Sebenarnya mbah Ra
Trimo hanya butuh teman bicara.
Punya banyak pohon buah – buahan di
pekarangan rumahnya yang membuat anak – anak dan orang – orang yang kebetulan
lewat di depan rumahnya nggak tahan pingin nyambitin, membuat mbah Ra Trimo suka
kumat darah tingginya karena kadang batu yang di pake buat nyambit, suka nyasar
kena jidatnya.
UNI
EPI :
Perempuan Padang ini, termasuk mahluk
bolot yang suka nggak mikir panjang. Dan cerewetnya minta ampun. Paling hobby
mengikuti kuis, undian berhadiah, dan sebangsanya karena tergiur hadiah –
hadiahnya yang menantang membuatnya suka kalap untuk memborong barang – barang
yang harus dikirimkan sebagai syarat undian. Misalnya saja waktu mengirim
undian Minyak Goreng Cap Ikan Buntal, hampir semua warung di Kampung Kita ia
jelajahi untuk memborong merk minyak goreng tersebut. Yang namanya undian pasti
salah satu syaratnya kirimlah sebanyak – banyaknya.
Dengan harapan bisa memenangkan mobil
keluaran terbaru, ternyata nama uni Epi tak tercantum sebagai pemenang. Bahkan
memenangkan hadiah hiburan sekalipun, yang berupa baskom anti karat. Alhasil,
minyak goreng yang jumlahnya bejibun itu hanya menumpuk pasrah di sudut
dapurnya. Maka dipanggilah Manimbul untuk keliling kampung menjajakan minyak –
minyak tersebut dengan harga murah.
Perempuan yang berprofesi sebagai
penjual baju di pasar setempat ini terlibat hubungan asmara dengan bang Buyung pemilik warung
makan Padang di Kampung Kita. Maklum sama – sama satu kampung, pe – de – ka –
te nya lebih gampang.
CIK
LIEN LIEN :
Sebagai salah satu pemilik toko
kelontong yang lumayan besar di Kampung Kita, perempuan keturunan Tiong Hoa
ini, hari – harinya disibukkan dengan melayani pembeli yang datang silih
berganti ke Tokonya. Walaupun era F4 sudah berlalu, Cik Lien Lien tetep cinta
dengan keempat pemuda asal Taiwan
tersebut. Dan masih hobby menonton VCD-nya. Paling bangga dengan rambutnya yang
lurus, hitam, dan panjang karena menurutnya dia nggak perlu mengeluarkan duit
banyak untuk rebonding ke salon seperti yang banyak dilakukan perempuan dengan
rambut ala singa masai di kampungnya.
MPOK
MARYAM :
Paling gampang nyari warungnya mpok Maryam
di Kampung Kita. Karena cuma the one and only warung yang bercat jambon ya,
warung gado – gadonya mpok Maryam. Perempuan Betawi ini paling doyan kalo di
suguhi sesuatu yang serba gratisan. Makanya dia paling betah ngrumpi di warung
gudegnya jeng Menik karna kalo si jeng yang satu itu lagi baek, dia suka
ditawarin kopi gratis. Dan punya ponakan centil yang bernama Siti Nurgaya yang
jadi salah satu korban kegombalannya Ali Bajenet.
SRI
SUTENGSI :
Kehadirannya sempat menghebohkan seisi
Kampung Kita. Janda cantik ini bikin hampir semua lelaki di Kampung Kita
celamitan saban dia lewat. Geolannya jack ! Nggak Kuat ! Para
kaum hawa pun jadi punya bahan gossip untuk ngerumpiin Sri Sutengsi. Tapi
kepada jeng Denok lah akhirnya dia mau bercerita tentang dirinya. Untunglah ada
juga yang mau menerima dia apa adanya. Mas Iyan Supandi seorang pegawai Bank
yang baik hati dan tidak sombong, akhirnya meminangnya sebagai istri. Pinangan
itu sekaligus meremuk redamkan hati Renda Juwita, yang nota bene naksir abis
sama mas Iyan. Dan lambat laun gossip miring tentang Sri Sutengsipun mereda.
BANG
RAWIT :
Ini dia premannya Kampung Kita. Akibat ulahnya yang sok jagoan nggebuki orang
hingga tepar tak berdaya, membuatnya hampir jadi bulan – bulanan dihajar massa. Memiliki codet di
wajahnya yang diakuinya karena berantem dengan sesama preman, tapi menurut
rumpian Manimbul, codet itu ada karena bang Rawit yang saat itu mengejar
layangan putus nekad menerabas kawat berduri dan sukses melukai wajahnya. Begitulah
kira – kira sejarah codet bang Rawit versi beberapa orang. Sempat menghilang
beberapa saat, kedatangan pemuda asal Lombok
ini ke Kampung Kita kembali meresahkan penduduk Kampung. Padahal niat bang
Rawit hanya ingin insap dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Tapi niat baik
tak selamanya mulus, karena bang Rawit masih menerima perlakuan diskriminasi
dari beberapa orang yang masih meragukan niat tulusnya. Hanya segelintir orang
yang dengan tangan terbuka mau menerima kehadiran bang Rawit tanpa tedeng aling
– aling, yang tragisnya justru kumpulan orang – orang tersebut sangat
ditakutinya. Bukan preman yang lebih sangar dari dirinya, melainkan bangsanya
Renda Juwita dan teman – temannya. Yach, walaupun Bang Rawit sempat menjadi
preman yang lumayan ditakuti, ternyata dia sangat ketakutan bila bertemu dengan
bencong.
ROMIDI
& JUMINTEN :
Bukan orang bule aja yang bisa punya
cerita ala Romeo dan Juliet. Kampung Kita juga ada. Romidi dan Juminten adalah
sepasang kekasih yang berasal dari keluarga kaya yang ternyata keluarga besar
mereka berselisih paham karena persoalan bisnis semata. Romidi adalah anak dari
Pak Romalih dan Bu Romlah, juragan empang di Kampung Kita. Sedangkan Juminten
anak Pak Jumidin dan Bu Jumirah, seorang juragan material sukses di Kampung
Kita juga. Keduanya bertemu secara tak sengaja ketika keluarga Juminten
menggelar pesta perayaan ulang tahun perusahaan keluarganya. Karena sama – sama
menyukai menonton Jatilan ( Salah satu kesenian tradisonal yang berasal dari
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur ) di pesta tersebutlah, keduanya merasa klop
sebelum akhirnya keduanya tahu bahwa mereka adalah keturunan dari kedua belah
keluarga yang sudah bermusuhan sejak dahulu kala. Tapi apa mau dikata bila
cinta sudah melekat. Berkat bantuan Tomo yang merupakan sahabat Romidi,
merekapun melakukan backsteet boys. Yang malang
tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, akhirnya diketahui keluarga mereka
yang marah besar dengan apa yang dilakukan anak – anaknya. Putus asa karena
cinta mereka ditentang, Romidi dan Juminten memutuskan untuk bunuh diri. Bukan
dengan cara hara kiri tapi dengan cara menceburkan diri ke kali Kampung.
Ditengah teriakan histeris para orangtua yang mencoba membujuk dan menahan
perbuatan mereka, ternyata usaha mereka gagal total karena kali tersebut
ternyata cetek. Belum hilang malunya, keduanya dikejutkan dengan tawa jail dari
dua orang anak kecil ( siapa lagi kalo bukan Husin dan Hasan ) yang lagi iseng
nongkrong di kali tersebut dan menyaksikan tingkah konyol mereka sedari tadi.
PAK
RW NOTO :
Perkenalkan ! Ini dia RW-nya Kampung
Kita. Nama lengkapnya Pranoto Coro. Akrab dengan sebutan Pak RW Noto. Pak RW
kita yang satu ini, memang identik dengan falsafah jawa. “ Alon – alon asal
kelakon “. Secara dia memang orang jawa asli. Dari Solo katanya. Segala gerak –
gerik tubuhnya juga menandakan bahwa ia adalah seorang yang “ Slowly but sure
“. Dari cara ngomongnya, cara jalannya, ibarat kata kalo ada perlombaan lari antara
pak RW Noto dengan penyu, dipastikan keduanya akan sampai finish secara
bersamaan. Saking lambatnya mereka berdua. Tapi kenapa para penduduk Kampung
Kita mempercayakan kepada beliau untuk menjadi RW, tak lain dan tak bukan, ya
itu tadi. Dengan gesture tubuhnya yang nggak grasa – grusu diharapkan pak Noto
bisa mengayomi para penduduk Kampung Kita dengan berbagai bentuk dan rupa itu.
Pak RW Noto dan istrinya bu Endang, punya hobby mendengarkan dan bersenandung
dengan lagu – lagu era 70an. Masa dimana mereka masih muda dan berkasih –
kasihan. Cobalah iseng melintas dirumah pak RW Noto di sore hari, pasti akan
terdengar mereka bersenandung dengan lagu kebangsaan mereka, “ Dunia Belum
Kiamat “ nya Muchsin Alatas dan Titiek Sandora. Walaupun suara yang dikeluarkan
dari kaset jadul tersebut sudah sember dan rada keriting. Mereka tetep saja tak
pernah bosan mendengarkannya. Tapi bukan berarti kehidupan rumah tangga mereka
adem ayem saja, sekali waktu pak Noto sempat nakal juga. Iseng selingkuh dengan
Ines sekretarisnya. Yang akhirnya membuat pak Noto harus rela tidur sendirian
di teras depan karena dihukum istrinya. Dan menjadi bahan ledekan Kang Darto
yang malam itu tengah melintas di depan rumahnya untuk tugas siskamling.
PAK
RT DANAN :
Tidak ada orang yang sebegitu
mencintai dan maniak dengan makanan yang bernama tempe, selain pak RT Danan. Sudah menjadi
keharusan yang harus dipersiapkan oleh bu RT, tempe adalah menu wajib setiap harinya. Nggak
peduli anggota keluarga yang lain sudah bosan sebosan – bosannya umat dengan
makanan yang satu itu. Kata pak Danan, “ Siapa lagi yang akan melestarikan
kuliner bangsa sendiri, kalau bukan kita, orang Indonesia... “ begitu alasannya.
Pak RT lebih terima nggak makan daging daripada nggak makan tempe. Tapi anehnya, badan RT kita yang satu
ini, tetap saja montok. Mungkin itu akibat efek dari semua kandungan gizi yang
terkandung di tempe.
Pernah suatu waktu terjadi tragedi. Pak RT kelelekan biting. Yaitu lidi kecil
yang dipakai buat membungkus tempe
yang luarnya dibungkus daun pisang atau daun waru. Entah kesalahan produksi
atau kecerobohan pak RT yang saking nafsunya nggak liat – liat kalau ada lidi
kecil nyangkut di tempe.
Walaupun sampe melotot ada lidi yang kesangkut di kerongkongannya, toh,
kejadian itu tidak membuat pak RT Danan trauma irama untuk mengkonsumsi tempe, paling hanya break sebentar setelah itu hobbynya
makan tempe
tetap tak tergoyahkan.
SITI
MARKONAH :
Gebetan Kang Darto ini emang terkenal
dengan kepandaiannya berolah vocal spesialisasi lagu dangdut. Suaranya begitu
merdu merayu, membuat kang Darto tak kuasa menahan rindu. Untuk membuktikan
keahliannya Siti Markonah pun mencoba unjuk gigi ikutan “KONDE” alias Kontes
Dangdut Edaan!. Dan sukses lolos audisi, saking senengnya untuk mempersiapkan
ke babak selanjutnya Siti Markonah makin getol berlatih siang malam. Setiap
saat setiap waktu tak kenal lelah. Dan akibatnya, tepar tak berdaya sakitpun
menyerang. Karena terserang cacar air, pupus sudah harapan Siti Markonah untuk
menjadi artis beken. Meskipun demikian kang Darto tetap setia memberi dukungan
penuh kepada pujaan hatinya itu. Walau sebenarnya Siti Markonah tak memiliki
rasa sedikitpun kepadanya. Ia hanya memanfaatkan kang Darto sebagai tameng bila
ia ingin pergi keluar rumah tapi tak ijinkan oleh bapaknya.
PUTU
CENING AYU :
Inilah perempuan yang menyelamatkan
hidup Manimbul Tenggelam. Kehadirannya di Kampung Kita memberi warna
tersendiri. Perempuan asal Bali ini memiliki
toko souvenir yang menjual berbagai macam pernak – pernik lucu dan unik khas
daerahnya. Sekalian mengembangkan sayap bisnis kain endek ( kain khas Bali ) milik keluarganya. Memiliki toko baru, membuatnya
harus merekruitmen karyawan baru. Maka ditawarilah Manimbul untuk bergabung
dengannya. Manimbul yang tlah lama nganggur dan sering freelance nggak jelas,
menerima dengan penuh kegirangan tawaran tersebut. Akhirnya punya juga dia
pekerjaan tetap. Hidup dengan adik lelakinya yang bernama Kadek Bagus Genjing di
Kampung Kita membuatnya merasa menemukan dunia baru yang unik. Apalagi orang –
orang yang hidup di dalamnya juga rupa – rupa warnanya seperti balonku ada lima.
MC
RAKA :
Kalau Kampung Kita ada hajatan, mau
itu sunatan, kawinan, tujuh belasan, atau acara lomba – lomba kapiran lainnya,
dan terdengar suara MC yang cemprengnya ampun – ampunan dengan dandanan
berjambul ala Elvis Presley dan jas model jadul berwarna crong, sudah
dipastikan itu adalah MC Raka alias ‘RA KALAP. Menurutnya tak ada suara yang
semikrophonis miliknya, maka dengan pe – denya dia nge-MC seperti orang kalap.
Nyeter, hantam kromo, dan seolah – olah corong mike adalah miliknya sendiri. Walaupun
sedikit mengganggu gendang telinga kalau lagi nge-MC, nggak ada pilihan lain
daripada acara nggak jalan sama sekali, mending make MC Raka. Karena untuk
masalah bayaran dia tidak terlalu mempermasalahkan, yang penting bisa nampang
di muka umum.
Nama aslinya sih, Rajiman Karto. Tapi
karena dirasa tidak terlalu keren sebagai nama panggung, maka dipilihlah nama
Raka yang merupakan penggalan dari nama panjangnya.
DAWIR
GOSONG :
Dawir adalah gambaran pemuda yang
bangga akan statusnya sebagai mahasiswa. Maklum anak baru masuk kuliah. Melihat
kulitnya yang menyerupai ban dalem, nggak heran dia diberi julukan Dawir
Gosong. Tapi Dawir tetap percaya diri, tak heran dia sangat memuja lagu “ Hitam
Manis “ dimana liriknya sebagai berikut : “ Hitam manis, hitam manis, yang
hitam manis, pandang tak jemu, pandang tak jemu…”
Toh, walaupun berkulit seperti kopi
tubruk dan tampang kayak gambar, Dawir masih bisa menggaet cewek. Salah satu
yang keedanan sama dia adalah Sumiati Solasido. Cewek SMU ini begitu bangganya
punya cowok anak kuliahan. Walaupun cuma sekelas Sumiati Solasido, paling
enggak Dawir bisa bikin mahluk – mahluk berkulit gelap di Kampung Kita
bangsanya Manimbul dan Eko Muncul sedikit iri padanya. Lumayan bisa punya
cewek…Yach, daripada enggak sama sekali.
MAS
TUGINO :
Tukang kredit Kampung Kita ini di
waktu malam paling senang melepas lelah di warung angkringannya Mas Jitok
setelah seharian berkeliling kampung menjajakan barang kreditannya dengan motor
yang hasil kreditan juga. Dengan ditemani Manimbul, mbah Parno, dan mas Jitok
pemilik angkringan, pemuda lugu berbadan mungil dan berambut keriting ini, sering
berkeluh kesah tentang kelakuan para pengkredit yang lebih doyan ngambil barang
daripada nyicilnya. Dan lebih galak daripada dirinya kalau ditagih. Paling
senewen kalo nagih sama Renda Juwita, bukan karena digalakin tapi karna sering
di towelin. Bagi mas Tugino, mending dia liat penampakan daripada digodain
mahluk jadi – jadian kayak Renda. Perempuan bukan, laki diragukan.
DULKAMDI :
Merasa dahaga di sore hari ? dan
menginginkan sesuatu yang dingin dan manis ? Tunggulah setelah azan ashar, tak
berapa lama akan terdengar suara sendok beradu dengan gelas. Nah, itu adalah
tanda – tanda kedatangan Dulkamdi. Pedagang es cincau yang rajin keliling
kampung dengan rombong cincaunya yang didesain sedemikian rupa. Tak berapa lama
terdengar suara orang bersiul disusul dengan bunyi berdecit sepeda yang di rem.
Untuk kemudian makin mengeraskan bunyi ‘ting ‘ting sendok yang diadu dengan
gelas, mencoba menarik perhatian penduduk agar mau beli dagangannya. Dulkamdi
termasuk pedagang dengan penampilan sportif. Tak pernah lupa mengenakan topi
dan memakai sepatu kets plus kaos kaki. Karna kalau lagi atret di lapangan
kampung dimana banyak pemuda yang pada main badminton atau volley, Dulkamdi
suka ikutan nimbrung jadi atlit dadakan. Biasanya setelah lelah bermain,
dagangan es cincaunya ramai di serbu para pemuda yang dehidrasi. Tapi hal
tersebut nggak berlaku di musim hujan. Boro – boro mo nyerbu dagangannya, yang
pada nongol di lapangan aja nggak ada, karena lapangan becek. Tinggallah Dulkamdi
merana memikirkan bagaimana caranya agar dagangannya habis terjual. Makanya dia
memikirkan bisnis sampingan khusus untuk musim hujan. Diputuskanlah untuk
berjualan es cincau di musim kemarau dan wedang ronde di musim hujan. Selamat
!!
KOKOM
BASKOM :
Mempunyai body botoh, tak heran cewek
yang punya nama asli Komariah ini mendapat nama tambahan di belakang nama
panggilannya, yaitu Kokom Baskom. Belum lagi hobbynya yang nyemilin makanan dagangan
bapaknya. Gimana enggak, dagangan bapaknya yang berupa makanan khas daerah
asalnya kayak peyeum, batagor, siomay, dan es doger itu kadang suka diembatin
ama si Kokom kalo lagi bete’ nungguin pembeli yang belum juga dateng nyamperin
ke warungnya. Alhasil, stocknya jadi sedikit berkurang dan membuat Pak Ujang, bapaknya
mengalami defisit keuntungan. Mo diomelin percuma juga, yang ada Kokom bisa
ngambek berhari – hari dan mengancam untuk mogok makan. Biasanya orang tuanya
langsung luluh, bukan karena perhatian sama si Kokom, tapi lebih mikirin biaya
ke dokter yang nggak sedikit dan mendingan buat modal dagangan daripada buat
ngobatin si Kokom. Cewek montok ini, paling bangga dengan statusnya sebagai
anak juragan peyeum, batagor, siomay, dan es doger yang emang terkenal enak
seantero Kampung Kita. Tak heran Ali Bajenet pun sukses ngadalin dia. Pura –
pura jatuh cinta padahal cuma ngincer duitnya Kokom doang. Kecewa dikadalin Ali
Bajenet, Kokom pun memilih berpacaran dengan Kang Asep anak juragan minyak di
Kampung Kita yang walaupun nggak kece – kece amat, tapi hatinya manis semanis
es doger dagangannya.
ZUBAIDAH
ADUHAI GEBOY BANGET :
Tak hanya Siti Markonah yang lihai
melantunkan lagu – lagu dangdut. Zubaidah termasuk penyanyi yang paling dicari
kalo ada hajatan di kampung kita. Ya, Zubaidah memang salah satu penyanyi
unggulan orkes dangdut “ SENANGLAH HATI “ milik bang Jayus. Nggak cuma suaranya
saja yang asoy, bodynya juga mantab. Nggak heran ia dijuluki dengan nama
Zubaidah Aduhai Geboy Banget. Hampir semua geolan dangdut dia bisa. Sebenarnya
pas acara “ Lomba Cipta Geol Dangdut Teryahuud “ beberapa waktu lalu, Zubed
demikian ia lebih senang dipanggil, ingin ikutan. Tapi sama bang Jayus nggak
boleh, karena ia terlanjur sudah teken kontrak nyanyi di hajatan salah satu
pejabat teras. Pun ketika “ Kontes Dangdut Edaan “ alias KONDE digelar, Zubed
yang ingin mengembangkan karir sebagai artis dangdut professional harus
kepentok masalah jadwal panggung yang padat. Sempat syrik berat sama Siti
Markonah, karena Siti Markonah berhasil lolos audisi kontes tersebut. Menurutnya
seandainya ia ikutan audisi, ia yakin berhasil lolos juga. Zubed memang punya
impian ingin menjadi artis dangdut sekaliber Rita Sugiarto, idolanya. Dan sudah
satu kewajiban ketika Zubed manggung, ia tak kan pernah absent menyanyikan salah satu
lagu hits Rita Sugiarto yang sekaligus menjadi lagu kebangsaannya yang berjudul
“ Zaenal “. Alasannya sih, lagu itu judulnya mengandung unsur huruf Z, sama
dengan inisial namanya. Walaupun banyak tawaran manggung di orkes melayu yang
menaunginya, Zubed nggak mau mentok sebagai artis dangdut kapiran antar
kampung. Ia merasa punya potensi yang lebih sebagai seorang biduan dangdut yang
patut diperhitungkan di kancah perdangdutan negeri ini.
LAILA
MAJENUN :
Kelakuannya memang sungguh aneh ada –
ada saja. Tak heran ia diberi julukan Laila Majenun alias Laila nggak waras. Pulang
dari Singapura sebagai TKI, Laila balik ke kampungnya dengan dandanan
spektakuler. Bergaya ala bule yang norak abiis, Laila sukses menjerat kang
Darto untuk bergaya sok kebarat – baratan seperti dirinya plus morotin duitnya
tentu saja. Cewek keturunan Arab – Betawi ini memang matre abiis, dipacarinya
wan Amat Amit bin Imat Imit seorang juragan gula di kampung sebelah yang sudah
memiliki istri demi menikmati materi berlebih. Yang membuatnya mendapatkan
hujatan kanan – kiri dan tekanan dari keluarga, akhirnya membikin nyali Laila ciut
juga. Diputuskanlah untuk menjadi TKI ke Singapura. Nah, dari majikannya di
Singapurlah ia mendapatkan pendidikan ala western yang membuatnya malah
keblangsah.
MAS
MARJUKI :
Pingin ke tempat nongkrong murah
meriah dan nyaman di Kampung Kita, datanglah ke warung baksonya mas Marjuki. Segala
macam jenis bakso ada disana. Tempatnya lumayan luas. Rasa baksonya juga sedeep
betul. Ini dibuktikan dengan para pembeli yang nggak cuma berasal dari kampung
kita, tapi dari luar kampung juga kerap berdatangan. Warung bakso mas Marjuki
ini juga ajang kencan bagi pemuda pemudi Kampung Kita dan bisa juga ajang pencarian
jodoh. Buktinya Sri Sutengsi ketemu sama mas Iyannya ya, pas jajan bakso di
warungnya mas Marjuki ini. Mas Marjuki sendiri adalah seorang lelaki setengah
baya asal Malang
yang memang terkenal dengan baksonya yang enak itu. Celana kain dan kemeja
lengan pendek menjadi seragam wajibnya sehari – hari. Pokoknya rapi lah. Ia
terkenal ramah menyapa setiap pelanggan yang datang ke warungnya. Dengan kata –
kata andalan, “ Bagaimana ? enak baksonya ? “. Mungkin itu juga salah satu faktor
yang membuat warung baksonya ramai di kunjungi orang. Selain enak, pelayanannya
ramah. Nggak cuma mas Marjuki, hampir semua karyawannya selalu siap sedia
dengan senyum ramah mereka, walaupun harus bertemu dengan pelanggan yang
ketimpringan. Pernah ada gossip nggak sedap menerpa warung baksonya. Katanya mas
Marjuki pake pesugihan berupa popok bayi yang dimasukan ke kuah baksonya. Untuk
membuktikan kebenarannya, mas Marjuki mempersilahkan para pelanggan melihat
langsung kedalam dandang baksonya. Isu itu muncul
karena persaingan semata dari pedagang bakso kampung sebelah yang merasa iri
melihat kesuksesan warung bakso mas Marjuki.
PAIJO
:
Lelaki berbadan tambun ini, pemilik
sebuah bengkel motor dan mobil di Kampung Kita. Bengkelnya sih, sedengan lah. Besar
enggak, kecil juga enggak. Paijo yang punya sifat kayak tokoh wayang Sengkuni ini,
alias licik. Pernah berniat memporak – porandakan persahabatan antara Tomo,
Romidi, dan Tatang. Dikarangnya cerita yang menjerumuskan antara satu dan
lainnya seputar persahabatan mereka bertiga. Nyaris sukses, sebelum akhirnya
mereka bertiga sadar kalau biang racun dari semua permasalahan datangnya dari
Paijo. Paijo memang nggak suka melihat keakraban yang tercipta antara Tomo,
Romidi, dan Tatang yang lengket kayak lem alteco. Mungkin karena dia sendiri
tidak memiliki persahabatan seperti yang dimiliki Tomo, Romidi, dan Tatang. Lambat
laun, orang – orang yang datang ke bengkelnya Paijo makin sedikit, Mungkin pada
takut kalo mereka bakal jadi korban kelicikan Paijo selanjutnya. Tinggallah
Paijo gigit jari melihat bengkelnya yang nyaris gulung tikar.
LIK
SUS :
Bila lewat di salah satu rumah yang
berandanya penuh dengan tanaman pot gantung lantas tiba – tiba terkejut dengan seseorang
yang bicara sendiri sambil marah – marah. Tak perlu takut, orang tersebut bukan
marah kepada orang yang lewat di depan rumah tersebut, tapi ia memang marah –
marah akan sesuatu yang memang tak ada. Orang tersebut adalah Suswandi atau
yang biasa dipanggil dengan sebutan lik Sus. Banyak orang mengira lik Sus gila,
gila dalam artian yang sebenarnya loh, bukan gila keblangsah seperti Laila
Majenun. Tapi menurut anggota keluarganya, lik Sus hanya mengalami setress
berat. Cerita punya cerita, lelaki malang
berumur 40an tersebut mengalami goncangan mental karena dulunya ia adalah
seorang aktor yang pernah membintangi salah satu film yang laris dipasaran.
Sayangnya, film yang dibintangi lik Sus dengan judul “ MENANTI DI BAWAH POHON
KAMBOJA “ itu adalah film yang pertama sekaligus terakhir dalam sejarah karir
kebintangan lik Sus. Setelah itu, hampir semua film yang dibintanginya jeblok
di pasaran. Mungkin itu yang membuat lik Sus menjadi setress berkepanjangan. Impiannya
menjadi bintang film legendaries pupus sudah. Tak heran, ia kerap bertingkah
layaknya orang yang sedang berakting. Marah – marah, lalu menangis dan tertawa.
Daya kerja normal otaknya sudah berkurang 70 %. Kadang ia masih bisa diajak
berbicara secara wajar, tapi lebih banyakan errornya. Lik Sus juga pernah memecahkan
rekor berjalan kaki dari Kampung Kita ke salah satu kota
besar di Indonesia
yang bila ditempuh dengan transportasi darat bisa memakan waktu sehari semalam.
Ajaibnya, ketika ditemukan lik Sus tidak kurang suatu apapun, hanya wajahnya
saja yang kusut dan rambut acak – acakan ( kayak lagu dangdut ?! ) serta bajunya yang kumal dan bau karena
berhari – hari nggak ganti. Sejak saat itu, keluarganya berusaha menjaga agar lik
Sus jangan sampai keluar dari area rumah. Takutnya malah berbuat yang tidak –
tidak di lingkungan kampung. Makanya ia lebih sering menghabiskan waktunya
berbicara dengan tanaman dan pot – pot gantung yang banyak bertebaran di
beranda rumahnya.
MAS
JITOK :
Pemilik warung angkringan yang nyetem
pas di depan rumah abang Manimbul ini, bisa dikatakan mengetahui hampir semua
gossip – gossip yang sedang beredar di Kampung Kita. Gimana enggak, para lelaki
yang suka nongkrong di warungnya ternyata juga suka rumpi. Walaupun memang
nggak senyinyir perempuan kalo lagi ngerumpi ria. Lelaki yang berasal satu daerah
dengan jeng Menik ini, bila pagi hingga siang hari membantu istrinya Ningsih
berjualan buah di pasar. Memiliki cita – cita luhur agar anak laki – lakinya
yang baru masuk TK kelak bisa sekolah tinggi dan menjadi sarjana. Lelaki berbadan
kurus dan berkaca mata ini pernah ketakutan berat ketika pak RT Danan yang lagi
nongkrong di angkringannya dan heboh telap – telep makan tempe bacem
favoritnya, tau – tau kelelekan biting yang bikin pak RT hampir mati kelojotan.
Ia merasa sangat bersalah sekali, dan merelakan pak RT Danan untuk tidak
membayar semua tempe
yang sudah dimakannya.
PAK
GURU ILYAS :
Pak guru yang satu ini selain masih
lajang, juga punya tampang yang lumayan seger buat dipandang. Kehadirannya di Kampung
Kita sempat bikin merinding disko kaum hawanya. Termasuk jeng Denok yang ikutan
naksir padanya. Cuma jeng Denok malu – malu kucing untuk menunjukan rasa
sukanya. Saban pak Guru ILyas mampir ke salon jeng Denok untuk merapikan
rambutnya, ia jadi salah tingkah tak karuan. Yang membuat Renda nggak tahan
pingin godain keduanya. Tak cuma jeng Denok yang naksir padanya, Sumiati
Solasido yang nota bene masih berstatus pelajar SMU juga ikutan naksir padanya.
Bahkan ia berniat pindah sekolah, ke tempat pak Guru Ilyas mengajar. Biar
tambah semangat pergi ke sekolah, katanya. Dan lelaki murah senyum itupun hanya
menanggapi dengan senyum lebarnya ketika mendengar alasan Sumiati Solasido yang
berspeak – speak junkies padanya. Pak Guru satu ini, juga sudah memiliki
pengalaman mengajar yang lumayan ngelotok. Dia lumayan sering ditugaskan di
beberapa kota bahkan daerah terpencil di Indonesia.
Walaupun gaji guru tidak seberapa, pak guru ILyas ikhlas menjalankan tugasnya.
Niatnya memang mulia, memajukan dunia pendidikan di negeri ini. Padahal, pak
guru ILyas ini ternyata berasal dari keluarga berada. Tapi tak sedikitpun
terlihat tanda – tanda kemewahan dalam kehidupan sehari – hari pak guru ILyas.
Bahkan motornya pun dibelinya dari hasil kredit. Lelaki yang rajin menyambangi
masjid dan mushola ini, memang menjadi favorit tersendiri bagi kaum perempuan
di Kampung Kita.
TONI
SRUNTUL :
Setiap pagi, Toni Sruntul selalu rajin
berkeliling kampung dengan menaiki sepeda kumbangnya untuk menjajakan koran
atau mengantarkan koran kepada pelanggannya. Tak hanya koran, ia terkadang
membawa Tabloid atau majalah. Lumayan, kadang ada yang minat membeli majalah
atau tabloid yang dibawanya. Karena kerjaannya yang sruntulan alias kesana
kemari itulah ia mendapat gelar Toni Sruntul oleh penduduk kampung. Dan Toni
sama sekali tidak keberatan dipanggil seperti itu. Setiap pagi ngukur jalan
kampung para penduduk sudah hapal dengan bunyi bel sepeda Toni Sruntul plus
jargon khasnya yang kerap kali ia teriakan “ Koran, ya koran. Berita hangat,
berita hangat. Yang nggak mau beli…Ha, mbok ya, beli…! “ Teriakan yang bersifat
pemaksaan itu, kadang memang dinanti oleh penduduk yang pagi itu memang ingin
membeli korannya. Kadang ia suka melebih – lebihkan suatu berita
agar ada orang yang tertarik membeli koran, tabloid atau majalah yang
dibawanya. Kebanyakan para penghuni Kampung Kita sudah hapal dengan triknya itu
dan tidak mudah terkecoh dengan berita asal yang suka dilebih – lebihkan Toni
Sruntul.
SENO
SEMPRULTURA :
Walaupun era metal sudah lama lewat,
Seno termasuk salah satu yang masih menggemarinya. Tepatnya ia sok – sokan tahu
banyak tentang hingar bingar jenis aliran musik yang satu itu. Band metal
favoritnya apalagi kalo bukan “Sepultura “, rambutnyapun sengaja dipertahankan
gondrong. Kebetulan pekerjaannya sebagai desain graphis di salah satu
advertising tidak melarang pegawainya untuk berambut gondrong. Lumayan nyambung
kalo ngobrol sama abang Manimbul special ngobrolin musik – musik rock dan metal
era 80 – 90an, mungkin karena merasa satu jiwa berasal dari generasi yang sama.
Cuma kadang, gaya
Seno suka tengil kalo dia lagi ngerasa sok metal. Dan yang pasti dia nggak
pernah bosan ngomongin soal band favoritnya “ Sepultura “ itu, yang bosan
justru orang yang mendengarkannya. Salah satunya kang Darto, tak heran ia
memberi julukan Seno “Semprultura“ yang
ternyata julukan tersebut begitu mengena, dan membuat Seno beken dengan sebutan
Seno Semprultura.